Sabtu, 22 Desember 2012

The meaning of 'Sahabat' from them ♥

Diposting oleh siti purnama sari di 12/22/2012 12:37:00 PM

Postingan kali ini berjudul Arti dari Sahabat bagi mereka (Sahabat terbaikku) :
masih beberapa, kayaknya bakal diedit lagi buat tambahan lainnya :D

1.    Ramadina Fitri
    Aku melihat malam, memandang ke atas, tak ada yang menarik perhatian. Bintang? Tidak seindah saat aku melihat ke depan, KALIAN.
    Aku tak butuh menjadi bunga untuk kalian menyukaiku, tak perlu menjadi permata untuk kalian mencariku. Aku hanya ingin menjadi aku, aku yang mencintai kalian selalu, Sahabatku.
2.    Rahma Juwita
– Tidak ada alasan untuk membuatmu marah, tidak ada alasan untuk membuatmu kecewa, tidak ada alasan untuk membuatmu sedih, tidak ada alasan untuk membuat menangis. Tetapi, selalu ada alasan untuk membuatmu tersenyum bahagia. Karena kau malaikat kecilku, Sahabat.
– Sahabat itu seperti PENSIL dan PENGHAPUS. Menggoreskan kebahagiaan dan menghapus kesedihan.
3.    Regina Dwi Puspita
 – Ada malam yang membuatku sulit tidur, bukan karena aku tak bisa tidur, namun karena begitu sayang kulewatkan malam penuh canda tawa bersama sahabatku.
 –  Kalian bagaikan tulang ayam. Begitu sayang bila disisakan. Itu sebabnya aku akan selalu merangkul kalian ;’)
4.    Dwi Putri Khoirunnisa
–  Pernah tahu bunga ilalang jatuh? Atau lepas dari tangkai? Tau siapa yang telah terbangkan ia setelahnya? Angin. Kalian angin, dan aku adalah bunga ilalang yang lepas dari tangkai.
– A ku sayang sahabat. Aku menangis kalau sahabat ku pindah. Karena aku tidak suka perpisahan. 
5.    Dian Tria Yunita
– Sahabat itu saudara kita, hanya saja mungkin Tuhan lupa memberikan hubungan darah kepada    kita ;’)
–  Sahabat itu seperti crayon, mereka siap mewarnai kertas kehidupan kita dengan warna warni yang mereka punya.
6.    Gita Karinanda
– Bersama kalian itu seperti ketika aku terjatuh mulut berkata “aduh”, mata meneteskan air mata, dan tangan segera menyapu.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Siti Purnama Sari's Blog Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos